Ahoi.. Kuala Namo Internasional Airport
21/01/2009 15:06 WIB Catatan : Jenda Bangun
Nama bandara di Indonesia hampir merata menjadi penanda khas daerah. Dominan penamaannya dipilih dari tokoh-tokoh terkemuka daerah setempat. Beberapa contoh misalnya di Makassar, Bandara Hasanuddin di Ambon, Bandara Pattimura,di Bandung, Husein Sastranegara,di Bogor, Bandara Atang Sanjaya,di Batam, Bandara Hang Nadim ,di Banda Aceh, Bandara Sultan Iskandar Muda,di Lhok Seumawe, Bandara Malikus Saleh,di Denpasar, Bandara Ngurah Rai,d Manado, Bandara Sam Ratulangi,di Banjarmasin, Syamsuddin Noor,di Palembang, Bandara Sultan Mahmud Baharuddin,di Palangkaraya, Bandara Tjilik Riwut,di Kupang, Bandara El Tari.
Memang, tak semua daerah menamai bandara dengan nama tokoh setempat. Tetapi, tetap mencerminkan ciri-ciri khas daerah itu. Padang menamakan pelabuhan udaranya Bandara Internasional Minangkabau (BIM). Mataram bernama Selaparang karena dulu ada Kerajaan Selaparang di Lombok. Ada juga yang nama tempat, seperti Bandara Sentani di Jayapura.
Bnisa jadi yang agak khas adalah nama bandara Polonia di Medan. Kalau dicari-cari di internet, Polonia yakni nama Latin untuk Polandia. Kabarnya, dulu ada orang Polandia, Baron Michalsky, mendapatkan konsesi penanaman tembakau dari Kolonial Belanda pada 1872. Daerah konsesi tembakau itulah kemudian dia namakan Polonia untuk mengenang negeri kelahirannya. Ternyata, nama bandara di Medan tetap terkait nama tempat bandara dibangun, daerah Polonia.
Kalau bandara daerah menamakan dengan nama-nama tokoh atau ikon khas setempat, sangat pas juga ketika nama bandara internasional di Jakarta mengabadikan ”tokoh nasional”, yakni Soekarno-Hatta. Status bandara itu memang bukan bandara ”daerah”, tapi bandara ”pusat”. Karena itu, bandara tersebut dinamai dengan dua negarawan tersebut. Tapi jangan lupa, sebelum pindah ke daerah Cengkareng, dulu namanya juga tokoh setempat, yaitu Halim Perdanakusumah.
Yang agak menarik perhatian adalah, adrenalin masyarakat Sumut dalam mempersiapkan nama bandara di Kuala Namu. Sebenarnya wilayah tempat dibangun bandara berada di kawasan Deliserdang yang konon dulunya berdiri Kerapatan Adat Kesultanan Serdang. Tapi, itu jadul alias jaman dulu. Untuk memudahkannya, memang banyak pihak menawarkan argumentasi yang rada masuk akal dan ”pantas” dengan nama yang diusung.Mungkinkah ‘merek” yang dibawa lebih terkesan berkarakter dan lebih unggul dibandingkan dengan sebutan Kuala Namu Internasional Airport (KNIA)?
Bisa jadi model yang ditawarkan masyarakat tadi tidak sendirian. Bandara Ngurah Rai sebagai contoh. Selalu disebut Bandara Ngurah Rai, Denpasar padahal, tempatnya di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung.
Tapi, bukan itu yang paling menarik di sini. Nama Kuala Namu Internasional Airport (KNIA) itu sendiri ternyata sangat berkaitan dengan lokasi berdirinya bandara baru tersebut. Nama yang kemarin dikumandangkan Tuanku Luckman Sinar Basarshah II SH untuk bangsa ini memang tak diragukan lagi argumentasinya.
Konon kawasan yang dimanfaatkan sebagai lokasi bandara tersebut daerah kekuasaan Kerajaan Serdang abad XIX yang dipimpin Sultan Basyaruddin Syaiful Alamsyah.Wilayah radius 2 hektar membentang di seputaran istana Darul Arif di Kampung Besar Serdang (kini Kecamatan Beringin ) dan meliputi Kuala Namo.
Heroisme yang ditorehkannya dalam menghadapi kolonialisme Belanda histori yang sangat kental untuk diabadikan.Keberadaannya tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan rakyat dan pembangunan perkebunan di kawasan tersebut.Keterbukaan dalam memerintah serta hidup berdampingan dengan dunia luar khususnya investor di bidang perkebunan disambut positif bersama aturan main yang tegas.Salah satunya adalah mengizinkan investor asing berusaha dengan memberikan hak konsesi ( hak guna usaha ) di kawasan Kuala Namu, dengan syarat hak ulayat itu dikembalikan manakala masa berlaku izin berakhir.